Wednesday 22 March 2017

Cyber Law - Cyberspace and Law

Dinamika Teknologi Informasi dan Kontitusi  

(Cyberspace and Law)

       Mari kita bahas lanjutan pembicaraan kita, yaitu bicara tentang Cyberspace and Law. Seringkali dipersepsikan yang disebut cyberspace itu kalau diIndonesia-kan namanya ruang maya. Padahal apakah seperti itu? Sehari-hari masyarakat yang disebut maya itu kan sesuatu yang tidak nyata. Lalu pertanyaannya, kalau dalam praktiknya dunia sistem elektronik itu adalah basisnya ilmu elektronika, harus listrik, apakah itu suatu kemayaan? Tentunya bukan. Karena bicara sistem elektronik, bicaranya ilmu elektronika, ya pastinya ilmu fisik. Ilmunya nyata, kan enggak ada namanya ilmu gaib. Sehingga dunia cyber dipersepsikan sebagai ruang maya, sesungguhnya itu sesuatu kekeliruan. Mari
kita kritisi dulu satu per satu pengemukanya. Cybernetics theory itu dikemukakan oleh orang yang bernama Norbert Wiener. Ya kurang lebih umur 18 tahun jadi doktor dia di Harvard. Inti dari penyampaian dia adalah adanya suatu komunikasi, itu orang menyampaikan informasi, kemudian ada feedback.

     Dia belajar dari orang yang namanya Julian Bigelow yang penemu radar itu loh. Dimana orang menyampaikan suatu signal kemudian signal-nya terpantul balik sehingga ada komunikasi. Jadi komunikasi, penyampaian informasi, kemudian ada feedback-nya. Cybernetics theory bicara soal itu. Lalu apa lagi? Yang berikutnya adalah yang namanya penulis novel Neuromancer, namanya William Gibson. Dalam novel tersebut, dia memberitahukan, seakan-akan ada ruang baru loh pada saat sistem komputasi dan sistem telekomunikasi tadi diselenggarakan dan kaya film Startrek dimana Anda bisa hadir pada suatu ruang kemudian Anda mengatakan di set ruang itu, kemudian ada datang pacar Anda, pacarnya bentuk mungkin hologram. Ya, jadi kurang lebih, seakan-akan ada ruang baru pada saat dunia komputasi dan dunia komunikasi terwujud dalam suatu penyelenggaraan sistem elektronik.
 

     Sebenarnya kalau kita melihat lagi evolusi dulunya, pada saat internet dikenal, pada saat itu belum ada grafisnya, belum ditemukan www itu, world wide web protocol itu, orang bicaranya masih teks dan angka. Dan pada saat itu orang belum bicara seakanakan ada ruang baru. Belum. Tapi begitu semakin grafis dia, maka dunianya virtual halusinasi tadi, seakan-akan nyata sehingga dinyatakan ada space baru, cyberspace. Space artinya ruang, cyber itu medium kawatnya. Bahkan kalau kita lebih jauh lagi siapa sih yang pertama kali mengemukakan istilah cyber? Itu namanya Ampere. Anda tahu Ampere itu digunakan sebagai satuan dari kuat arus. Apa yang menarik dari sana? Ampere menyatakan yang namanya cyber itu ya kawatnya. Jadi kalau ditanya cyberspace, ya ruang dalam medium kawat. Intinya apa? Pada saat kawat terhubung, kemudian protokol komunikasi yang memungkinkan grafis, maka halusinasi virtual terjadi. Sehingga menterjemahkan cyberspace menjadi ruang maya, kurang tepat. Tapi karena istilah ini digulirkan oleh novelis kemudian juga dipersepsikan

lebih lanjut oleh media massa, maka seakan-akan antara real space, ruang nyata kita sehari-hari, dengan dunia cyber tadi, berbeda. Padahal semestinya sama. Tuhan tidak pernah menambah ruang baru. Secara kasat mata yang bisa kita lihat space di kita adalah udara dan ruang angkasa, daratan, dan perairan baik itu air tawar maupun air laut. Intinya, cyberspace adalah suatu sistem komunikasi yang mampu menyampaikan informasi itu menjadi lebih real dalam konteks virtual. Maka ada istilah lagi virtual reality. Padahal sebenarnya semua ini realitas yaitu penyelenggaraan sistem elektronik yang nyata. Disampaikan dalam suatu medium, yang kita sebut cyber, dengan aturan-aturan teknis yang intinya adalah keberadaan kode-kode dalam penyampaian informasi tadi. Nah menarik di sini. 


    Kalau kita mencermati perkembagan intenet selain bicara declaration of independence dari internet, kita juga mendapati pengemuka tentang bagaimana melihat hukumnya. Masih ingat yang namanya Lawrence Lessig? Dia mengemukakan buku tentang Code is Law. Kode adalah Hukum. Ini menarik ya. Paradigma terhadap hukum dari cyberspace itu secara tidak langsung ada tiga aliran. Ini dikemukakan oleh orang yang bernama Victor Mayer-Schönberger. Intinya begini, ada aliran yang bawaannya separatis. Ini kan dunia komputer belum diprediksi oleh hukum yang sebelumnya. Sehingga yang terjadi adalah hukum di dalam cyberspace ini berbeda dari hukum di dalam sistem elektronik itu. Apakah benar? Mungkin ada benarnya, mungkin ada tidak benarnya. Tapi yang jelas, bisakah kita memisahkan apa yang kita lakukan di dalam cyberspace dengan dampak kita dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dengan sendirinya teori yang mengemukakan bahwa real space dengan cyberspace dipisahkan hukumnya terbantahkan sendiri oleh kenyataan bahwa apa yang Anda komunikasikan dalam cyber dan di cyberspace itu adalah ilmu elektronika, maka semuanya itu tidak ada pembedaan antara real space dengan cyberspace.

    Lalu yang kedua, yang kedua ini alirannya adalah aliran tradisionalis. Hukum itu tidak berubah atau tidak dinihilkan karena adanya suatu perkembangan teknologi baru. Apa contohnya? Gini. Kalau orang berhasil menciptakan pisau maka yang kelihatan adalah dulu belum ada pisau sulit memotong tanaman dan sayuran. Setelah adanya pisau orang bisa motong sayuran, motong daging. Hukumnya? Kalau buat orang teknologi, kalau dipakai di luar itu, namanya penyalahgunaan pisau. Tetapi dibuat orang hukum, pada saat kita bercanda dengan pisau, orang teraniaya. Kita todong orang, penodongan, pengancaman. Kita lempar sembarangan matinya nyawa orang, itu pembunuhan. Untuk aliran yang tradisionalis, hukum tidak dapat ditampik hanya karena perkembangan teknologi yang baru. Artinya, hukum tetap bekerja. Pasal-pasal tentang pembunuhan tidak harus berubah karena ditemukan robot yang bisa membunuh. Karena definisinya tidak seperti itu.

     Rumusan pasal tentang pembunuhan mengemukakan, perbuatannya bisa apa saja, yang diancam adalah akibat dari perbuatan hilangnya nyawa orang lain. Jadi yang akan dibuktikan deliknya, bukan formil, tapi materil. Itu sering kali dilupakan oleh orang-orang yang di luar hukum. Inti dari yang saya sampaikan tadi, ada pendekatan yang berbeda ternyata antara dunia kuantitatif dengan pendekatan yang kualitatif. Hukum ini pendekatan kualitatif. Teknologi manajemen, itu pendekatan kuantitatif. Hal itu nanti akan kita bahas lebih lanjut. Tapi saya rampungkan dulu aliran yang ketiganya, aliran internasionalis. Internasionalis ini berpikir karena pada saat sistem ini menjadi global, maka norma-norma yang berlaku dari suatu bangsa, bangsa lain, terhubung dalam national yang lain, terhubung dalam sistem kedaulatan hukum masing-masing negara, seakan-akan seharusnya
yang dihargai adalah yang norma internasionalnya saja. Aliran-aliran internasionalis itu berpikir gini, kenapa Indonesia harus mempidanakan pornografi atau melarang pornografi? Wong itu pornografi berlaku global kok. Sehingga norma yang diakui ingin diterapkan dalam perilakunya sehari-hari adalah norma internasionalnya saja, nasional tidak. Tepatkah hal ini? Tentunya jadi tidak tepat.
    Karena dalam sehari-hari kehidupan Anda dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kedaulatan itu tetap harus Anda junjung tinggi. Ingat loh, Anda punya kewajiban secara konstitusi untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan serta sistem hukum dan norma masyarakatnya. Lanjut, kita akan bahas lagi bagaimana melakukan pendekatan interdisciplinary ini sampai kepada kita lihat perkembangan bisnisnya dan bagaimana konstitusinya.  


Semoga bermanfaat .... bersambung ...

No comments:

Post a Comment

MATERI PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEMESTER 1 PERTEMUAN KAMIS, 19 DESEMBER 2018

TUGAS PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Silahkan cari/browsing di internet jurnal nasional atau internasional yang berhubungan...